Senin, 11 Desember 2017

risalah pengabdian IMDI

Risalah Pengabdi
Karna IMDI-Jalan Hidup

A.    Pendahuluan
Mars IMDI adalah lagu yang di gubah oleh Mursyid Dahlan Harun BA. Liriknya kuat dan penuh semangat. Syair ini mengguratkan semangat mengabdi, semangat menjadi IMDI dan semangat berjihad membangun bangsa dan agama. Meski hanya tiga bait yang di ulang-ulang, namun Mars ini mampu memberi energy positif bagi mujahidin IMDI menghadapi kesulitan-kesulitan perjuangannya. Tiga bait lirik mars ini menitik beratkan pada pemaknaan identitas IMDI, medan juang dan metode perjuangan.
Berikut kutipan lengkap mars IMDI tersebut:

IKATAN MAHASISWA DDI
SINGSINGKAN LENGAN BAJUMU
MARI KITA BERJIHAD  FII SABILILLAH
DENGAN PENCARAN SINAR ILAHI

            MATAHARI BULAN DAN BINTANG
            MENERANGI MEDAN JIHADMU
            TUMPAS PENINDASAN LAHIR DAN BATIN
            PRANGI KEBODOHAN KEMISKINAN

BELAJAR KERAS KERJA KERAS
MEMBANGUN BANGSA DAN AGAMA
INGAT KWAJIBAN TUGAS SUCIMU
MAJULAH TERUS IMDI
Kembali ke awal

B.     IKATAN MAHASISWA DDI
Dalam study psykologi, maupun kajian sastra post-kolonialis disebutkan bahwa, individu yang mengungkap identitasnya di awal pertemuan adalah orang  yang penuh kepercayaan diri, energik dan bersemangat. Demikianlah Mars IMDI ini di mulai dengan mengungkap keperibadiannya di awal, sebagai IKATAN MAHASISWA DDI.
Lalu, siapakah sebetulnya Ikatan Mahasiswa DDI ini?.
Tafsir ideology dan makna lambang IMDI menjelaskan bahwa; kata IKATAN sama dengan kata “Aqidah”. Ini berarti, ketika seorang telah berikatan, maka hendaklah menanamkan i’tiqad (keyakinan) itu kedalam hati sanubarinya,[1] mengikrarkan dengan baia’t (sumpah), dan istiqomah dalam memegang teguh Ikatan tersebut  dalam kondisi dan situasi apapun,[2] serta tidak lagi bercerai berai darinya.[3] Selain itu, “Aqidah” Ikatan, juga bermakna pembebasan. Yaitu ikrar mengikatkan diri pada dzat yang maha segalanya, secara otomatis berarti melepaskan diri dari penyembahan kepada segala sesuatau yang terbatas. Kemurnian tauhid yang hanif[4] inilah yang senantiasa menjadi dasar dari amal jariah seluruh Mursyid Pengabdi.
Selanjutnya, kata MAHASISWA berarti kaum intelektual. Intelektual bermakna aktif dan turut serta dalam proses perbaikan zaman. Oleh karna itu manusia yang cerdas, namun “tangannya” tidak turut andil dalam upaya memperbaiki taraf hidup dan derajat kemanusiaan tidaklah pantas disebut kaum intelektual. Lebih lanjut, kata mahasiswa ini kemudian diikuti oleh identitas DDI. Ini berarti, persinggunagn dan interaksi kaum intelektual dengan DDI bermaknakan pengabdian yang hanya semata-mata kepada Allah itu tadi, harus  diwujudkan dalam usaha bersama dalam wadah sebuah organisasi untuk mencapai visi dan misi serta tujuan bersama dari dibentuknya DDI. Beikut visi dan misi DDI dalam  anggaran dasar, BAB II, pasal 6: “Organisasi ini didirikan dengan tujuan terbinanya individu muslim, beriman dan bertaqwa, berakhlaqul karimah yang mengabdi dan mengamalkan usahanya fisabilillah, menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.“[5]
 Setelah identitas pengabdian jelas, maka bergegaslah, SINGKAN LENGAN BAJUMU, yang berarti usaha mewujudkan pengabdian ini haruslah dilakukan dengan serius, yaitu dengan menyingsingkan segala penghalang dan rintangan, baik rintangan dari dalam diri yang berupa kemalasan, ketidak perdulian, lemah iman, lemah semangat, sikap pengecut, ketakutan, dll, maupun halangan dari  eksternal yang berupa: pengaruh buruk lingkungan, kurangnya fasilitas, buruknya system social, rusaknya sistem kenegaraan, ataupun rusaknya moral, dll. Simbolisme menyingsingkan lengan baju secara umum merupakan penanda dari ketegaran, kekuatan serta pengerahan secara sungguh-sungguh segala upaya dalam usaha mencapai tujuan.
Dalam usaha yang sungguh-sunggu itu, setiapa Mursyid, hendaknya hidup sebagai sebuah pohon yang utuh, yang daunnya menjualng tinggi menggapai langint[6], mengajukan pengharapan,[7] sebagaimana seruan Istainuu[8] (mustaan) dalam salam penutup IMDI.[9] Menjadi pengharapan dan pencerahan, seperti terbitnya mentari pagi dengan warna kuning emas yang membawa harapan bagi mereka yang telah lelah dari kepalsuan hari kemarin, atau mentari pagi yang mengusir gelap gulita, dan menggantinya dengan cahaya yang terang benderang, serta membangunkan para manusia dari tidur lelapnya. Sebuah kerja tanpa kenal lelah, karna keyakinan yang kuat bahwa harapan perbaikan itu selalu ada, seperti mentari pagi yang pasti akan terbit lagi esok hari. Ikhtiar kuat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa tidaklah berubah nasib sebuah kaum selain dari hasil kerja kedua “tangannya” sendiri (feree willing).[10]
Selanjutnya, seorang pengabdi, harus hidup sebagai sebatan pohon yang utuh, yang akarnya menghujam dalam ke jantung iman bumi, menghaturkan ketawakkalan dan kepasrahan total sebagaimana seruan At-Tiqlan,[11] pada salam salam penutup IMDI[12], yang yakin sepenuh hati, bahwa tidaklah jatuh selembar daun dari rantingnya, kecuali telah tertulis di lauhin mahfuz,[13] dan telah menjadi ketentuan dari Tuhannya.[14] Sebuah totalitas penyerahan diri pada kekuatan yang maha kuasa dan maha kuat, yang tiada kehendak dan tiada kekuatan selain dari kekuatan dan kehendaknya.[15]
Salam penutup IMDI ini, mengisyaratkan keseimbangan. Demikianlah sikap Mursyid sejati. tidak mendewakan nalar dan penggunaan rasio, karna keinsafannya atas keterbatasan. Tidak pula mengutamakan kekuatan otot maupun materi, yang biasanya menjadi akar penindasan dan penghisapan, dan yang demikian tidak selalu mampu menjadi solusi persoalan. Sebaliknya, tidak pula berpasrah dan berpangku tangan, karna yang demikian itu bukan tujuan penciptaan. Namun, seorang mursyid ialah yang mampu hidup seimbang. Mengimbangkan kerja, amal dan ibadah “tangannya” yang tak mengenal lelah untuk menggapai langit, dan bersamaan dengan itu, kepasrahan dan ketundukanya menggali jantung ketawakkalan pada Ilahi.[16]
Bersegera dan berusaha sunguh-sungguh itu diikuti oleh panggilan MARI KITA BERJIHAD FISABILILLAH yang diyakini sepenuh jiwa bahwa jalan jihad dan medan jihat itu telah ditunjuki dan di ridhoi oleh PANCARAN SINAR ILAHI.[17] Oleh karna itu, seorang mursyid hendaknya tidak bersikap pasif dan mengamalkan paham jabariah atau murjiah dalam kehidupan sehari harinya, namun sebaliknya, mustilah ia bangkit dan aktif dalam menyeimbangkan ikhtiar dan ketawakkalan, dalam bingkai Trilogi DDI,[18] dengan ilmu, Amal Dan Akhlakqul Karimah.[19] Usahanya bukan hanya dengan niat atau doa, karna yang demikian itu adalah selemah-lemahnya Iman[20]. Bukan hanya dengan lidahnya yang hanya menyampaikan, namun ia sendiri tidak mengamalkannya, karna amat besar kemurkaan Tuhan bagi mereka yang menyampaikan namun tidak mengamalkannya.[21] Tapi, usaha itu haruslah dengan perbuatan (biyadih) “tangannya”, dengan menjadi teladan ditengh-tengah komunitas. Dengan menjadi ispirasi bagi manusia lain, atau dengan menjadi pemimpin masyarakatnya. Karna perubahan menuju kemajuan haruslah di usahakan dengan jihad (usaha sungguh-sungguh) dengan tindakan dan perbuatan, karna tanpa itu, mustahil menemukan bangsa, agama dan kemanusiaan yang maju.
C.    MATAHARI BULAN DAN BINTANG
Ada keyakinan kuat di lakangan masyarakat DDI, dan telah menjadi hikayat lama yang masih terus di rawat hingga saat ini, yaitu bahwa keberkahan atau “barakka’”dari doa para wali akan terus bengalir dan diturunkan kepada seluruh Mursyid pengabdi. Kesinambungan berkah dari doa para wali inilah yang di simbolisasi dengan siklus teratur dari perganitia MATAHARI BULAN DAN BINTANG,[22] yang menghasilkan siang dan malam.[23]
 Bagi Mursyid IMDI, Nur ilahi yang berupa isymat (tuntunan secara langsung),[24], burhan,[25] ilham[26] atau ilmu ladunni,[27] akan dianugrahkan tuhan bagi setiap mursyid yang bersungguh sungguh. Keberkahan Nur Ilahi ini yang akan senantiasa MENERANGI MEDAN JIHADMU.[28] Artinya, bagi para Pengabdi, kesadaran akan beratnya medan jihad, besarnya pengorbanan yang akan diberikan, serta berbagai kesulitan lainnya tidak akan menjadi beban, karna keyakinan yang kuat bahwa Allah akan membuka banyak jalan[29] bagi mereka yang ikhlas menolong agamaNya.[30]
Ketika jalan mursyid telah engkau pilih, maka yakinlah bahwa jalan pengabdian ini bukan lah jalan yang mulus. Jalan ini juga bukan-lah jalan yang akan membawa banyak keuntungan materi dan kenikamatan duniawi, serta ketinggian pangkat dan jabatan ataupun posisi. Semua itu mungkin akan kita dapatkan dengan ber-IMDI. Idealnya demikian, Namun  semua itu bukanlah tujuan utama. Yang pasti, jalan ini adalah jalan terjal yang penuh pengorbanan, perjuangan dan konsistensi. Seperti ungkapan Anregurutta “Milik saya adalah milik DDI dan Milik DDI-Bukanlah Milik saya”.[31] Tidak banyak yang akan mampu bertahan, karna puncak piramida pengabdian memang sejatinya hanya akan diisi oleh beberapa orang pilihan. “Orang-orang yang mampu istiqamah dan iklas dalam perjuangan”.[32]
Jalan mursyid jelas bukan jalan pintas menuju kenikmatan. Namun dibalik itu semua, ada ridha dan keberkahan Tuhanmu yang maha tinggi bagi mereka yang mau berkorban.[33] Adakah yang lebih nikmat dan lebih tinggi dari kerinduan Tuhan pada hambanya yang konsisten pada jalan pengabdi.[34] Dan bukankah Tuhanmu yang memberi rezki, yang menjamin makan dan minum dari seluruh hewan melata (dabbah) dipermukaan bumi.[35] Yang mereka, ada yang berjalan dengan perutnya, dengan dua kakinya atau dengan empat kakinya.[36] Bukankah ia yang maha kaya lagi maha mulya.[37] Ia yang mengankat derajat hambanya, Ia pula yang mememberi kekayaan harta bagi hamba yang di kehendaki. Maka jika engkau telah memilih jalan ini, disamping pilihan jalan lain yang lebih menguntungkan bagimu, maka ikhlaskanlah dirimu, dan berjuanglah untuk mati dalam konsistensi di jalan hijau-kuning. Matilah di jalan pengabdian. Jalan yang engkau pilih untuk menemukan kehidupan.[38] Kehidupan dunia yang dipenuhi oleh irsyad dan keberkahan, dan kehidupan akhirat yang dipenuhi ridha dan rahmat dari Tuhan.[39]
Maka dengan janji Allah itu, kader-kader IMDI haruslah tidak tenang melihat keterbelakangan, ketikdak majuan dan kejumudan. Ia harus segera bangkit, dengan cara dan metode apapun selama dalam bingkai Irsyad dan Ridha Allah, untuk TUMPAS PENIDASAN LAHIR DAN BATIHIN.
Penindasan lahir mungkin relatif mudah di kenali, karna mengambil bentuknya yang dapat di lihat atau dirasakan. Dalam sejarah peradaban manusia, penindasan lahir biasa menggambil wujud dalam simbolitas seperti rantai, pemasungan, penjara, penghalangan, penjajahan, penghisapan, imprealisme, kolonialisme, dll, baik yang dilakukann oleh individu, kelompok, maupun korporasi.       Namun tidak  demikian dengan penindasan batin. Ia adalah jenis yang agak relative sulit untuk dikenali, karna bentuknya yang abstrak, subjektif, menjangkit keperibadian dan masyarakat secara umum, serta membutuhkan analisil lebih besar atau metode Dekonstruksi untuk memahaminya. Penindasan batin ini biasanya berwujud, hegemony, system pembodohan, struktur social yang mengekang, supreoritas yang tak nampak, impisible hand, otoritas, dll, atau yang merupakan penyakit pribadi individu, berupa kemalasan, menunda-nunda, ketakutan, pengecut, penghianat, menganggap sesuatu serba ringan, dll.
Baik penindasan lahir maupun penindasan bathin, adalah musuh abadi Mursyid Pengabdi. Setiap mursyid hendaknya memerdekakan dirinya dari penindasan dirinya atas dirinya sendiri, dengan jalan menumbuhkan sikap dan mental positif seperti kedisiplinan, kerajinan, tangguh, jujur, adil sejak dari pikiran,[40] pantang menyerah, pantang berputusasa, dll. Setelah itu, lalu mengusahakan pembebasan dan kemerdekaan bagi komunitas masyarakatnya yang lebih luas.
Penindasan lahir maupun batin  dihembuskan melalui bisikan kejahatan dari golongan jin atau manusia.[41]  Menghasilkan kemelaratan, kebodohan kemalangan, dst. Penyakit social ini yang diproklamirkan untuk terus di lawan oleh setiap Mursyid dengan seruanPEMERANGI KEBODOHAN KEMISKINAN. Karna itu, tidak ada alasan bagi kaum intelektual DDI untuk tinggal diam, sementara kemelaratan, kemalasan, sikap korup, dll, terus menguat dalam diri pribadi maupun masyarakat, dan rasanya telah menjadi tradisi abadi di yang tidak mungkin hilang.

D.    BELAJAR KERAS KERJA KERAS
Kata Mursyid dalam pengartian IMDI bukan hanya berarti guru spiritual yang berfungsi sebagai pembimbing murid mencapai Wushul atau derajat tertinggi yang menjadi tujuan utama dalam ber-thariqah. Namun, seorang mursyid IMDI berarti insan yang utuh, insan yang mendapat irsyad Allah, insan sempurna (insan kamil) atau insan Ulul Albab yang senantiasan giat mengamalkan wasiat gurutta, yaitu: “Belajarlah Dan Mengajarlah,- Belajarlah Dan Mengajarlah, Belajarlah Dan Mengajarlah Hingga Allah Ta’alaa Sendiri Yang Mengajarmu”.[42] Siklus dialektis yang tiada henti dari proses panjang pencarian ilmu dari ayunan hingga liang lahat[43] ini diserukan dengan tegas dengan ungkapan “BELAJAR KERAS KERJA KERAS”.
Seorang Mursyid bukanlah pelanggeng kebekuan zaman, atau status quo dari kekuasaan atau kedzaliman.  Kewajibannya adalah belajar keras dan mengajar keras, bekerja keras[44] untuk menggerakkan zaman, seperti yang telah dicotohkan oleh para founding father DDI, yang menjadi pelopor pembawa obor penerang jalan, ditengah kegelapan zaman dimasanya.
“Pelajar hari ini, pemimpin hari esok”, “Pengabdi hari ini, pandita hari esok”. Mursyid adalah anak-anak zaman yang bertugas menterjemahkan zamanya.[45] Oleh karna itu, hal utama yang wajib ia lakukan adalah memperkaya diri dengan pengetahuan dan meluaskan wawasan, mempercantik diri dengan sikap dan mentalitas. Karna Panrita/Mursyid, bukanlah gelar akademik, bukan label kemasyhuran, atau gelar keturunan yang terwariskan. Namun Panrita/Mursyid adalah karakter, adalah mentalitas, adalah sikap yang diperoleh dari belajar sepanjang hayat, serta latih yang panjang dan anugrah dari rahmat Tuhan.
Kemajuan zaman selanjutnya harus dikawal. Kewajiban Mursyid adalah memestikan bahwa setiap kemajuan hendaknya selalu senafas dengan ruh kemulyaan Islam AhluSunnah Wal Jamaah,[46] yang Rahmatatan Lil Alamin,[47] yang Hanifan Musliman serta tidak lagi mengikuti atau mewarisi  tradisi, sikap atau sifat dari kaum musrikin.[48] Tidak lagi bersama mereka yang jumud dan melanggengkan kebiasaan terbelakang. Mereka yang beku dan tidak mau menerima perubahan. Karna kemajuan dinilai bukan dari seberapa benar ia, namun dari serapa besar ia membawa kemanfaatan pada peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.
Karna pengertian Mursyid adalah manusia seutuhnya, manusia yang diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dan tercerahkan, maka adalah tanggung jawabnya secara peribadi-pribadi untuk menumbuhkan dalam dirinya masing-masing nilai-nilai kemanusiaan yang mulya, kasih dan sayang terhadap makhluk lain, cinta, keberanian, dan berbagai skill individu yang unggul,[49] agar mampu menjadi suri teladan ditengah komunitasnya[50].
Selain itu, setiap mursyid IMDI haruslah menginsafi ilmu pengetahuan sebagai Nur Ilahi, yang memancar dari Sinar Ilahi ke dalam sanubari insan yang bersih.[51] Maka degan dasar pemahaman ini, setiap mursyid harus mengusahakan untuk mengusai ilmu secara holistik. Tidak hanya mampu dan ahli dalam bidang pemahaman agama semata atau dakwah semata, namun mampu mengembangkan kemampuannya untuk memahami saints teknologi serta kemajuan informasi sebagai tuntutan zaman modernisme. Karna pada prinsipnya, agama tanpa sains adalah buta, dan sains tanpa agama adalah lumpuh. Hendaknya mursyid menghayati pemahaman agama, karna dengan agama hidup menjadi terarah, meresapi seni, karna dengan seni hidup menjadi indah, dan menguasai sains karna dengan sains hindup menjadi mudah.
Selanjutnya, seruan untuk KERJA KERAS mengisyaratkan bahwa kader pengabdi harus memiliki kemandirian, professional, creative, innovative, harus kaya, sejahtra atau paling tidak berkecukupan. Bukannya menjadi beban bagi keluarga, atau masyarakat atau beban tanggungan negara karna pengangguran, kemalasannya atau kemelaratannya. Dalam hal ini, Anregurutta Ambodalle mencontohkan praktekkan hidup dalam keutamaan dan kemewahan. Perabot rumah dan fasilitas kerjanya adalah prangkat yang baik dan paling mewah atau terkadang yang paling mahal. Demikian pula yang di praktekkan oleh intelektual lain seperti Quraysihab. Namun, satu hal yang perlu dicatat dalam pasal ini, bahwa gurutta memposisikan kekayaan sebagai alat pengabdian, bukan sebagai tujuan. Karna beliau sendiri secara pribadi mengamalkan sikap wara, sikap zuhud dan menghindari cinta dunia yang berlebihan. Dalam riwayat disebutkan, bahwa gurutta apabila makan, beliau makan hanya beberapa sendok saja. “Apabila Telah Merasa Nikmat, Maka Beliau Segera Berhenti”.[52]
KERJA KERAS hakikatnya merupakan tujuan kehalifaan manusia dimuka bumi,[53] kerja ini adalah bentuk penghambaab manusia kepada Tuhannya. Oleh karna itu, mursyid tidak boleh mendefenisikan amal-ibadah dengan pengertiaan sempit sebatas shalat, puasa, zakat, haji, membaca kitab suci, karna bilakah pandangan sempit itu yang digunakan, ia akan mudah terjabak pada dikotomi bida’h dan bukan bida’h. Amal-Ibadah haruslah dimaknai seluas-luasnya, pada apapun yang menjadi kerja jariah manusia untuk memakmurkan bumi. Karna itulah pengakuan dari khalifaannya, sebagai wakil Tuhan dalam mengelola dan memakmurkan bumi. Dengan demikian, kerja keras dalam  bentuk apapun itu, akan selalu dikerjakan dengan sungguh-sungguh, karna keyakinan bahwa usaha itu akan selalu bernilai ibadah disisi Allah SWT.[54] Bukankah Nabi telah mengajarkan kita untuk senantiasa memulai segala perbuatan dengan mengucap Basmalah,[55] agar nantinya senantiasan mendapatkan keberkahan dariNya.
KERJA KERAS juga menjadi seruan agama. Karna tangan diatas selalu lebih baik dari tangan dibawah.[56] Demikianlah seruan beinfak, bersedekah, berderma atau mengeluarkan zakat lebih utama bagi yang melaksanakannya, dibanding orang-orang yang berposisi sebagi penerimanya.[57] KERJA KERAS dalam kondisi tertentu juga akan berfungsi sebagai pembebasan dan memerdekakan bagi kaum lemah dan tertindas, dengan prinsip (ta’awun) saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa,[58] dalam mewujutkan kerjasama social antar sesam umat beragama, atau sesama manusia secara umum, dalam upaya bersama-sama mencapai masyarakat yang sejahtra lahir dan batin.
Selain itu, hasil KERJA KERAS akan berfungsi sebagai Sulthan (kekuatan)[59], yang akan menopang misi Mursyid mewujudkan khairo ummah dengan menegakkan amar makruf- nahyi munkar.[60] Dengan demikian, Mursyid IMDI tidak boleh menarik diri dari pergaulan social, tidak boleh melihat hina pada dunia, sebagaimana yang di peraktekkan oleh sebagian Mursyid sufi pada zaman klasik Islam (tasauf klasik), yang asyik mengejar Huluu Ilaa Allah, menjerumuskan diri pada passivism, dan menganggap rendah pada dunia sebagai penghalang yang harus ditinggalkan. Mursyid IMDI idealnya menyeimbangkan praktek pemahaman ini, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Antegututta diatas.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa jihad Mursyid IMDI, akan senantiasa  dikerahkan sebagai jariah untuk MEMBANGUN BANGSA DAN AGAMA. Selanjutnya, dalam upaya MEMBANGUN BANGSA, mursyid IMDI tentu akan menempuh banyak jalan yang berbeda-beda, tergantung dari minat, bakat, keahlian, kapasitas dan sumber daya pendukung dari upaya Mursyid dalam usaha berpartisipasi membangun bangsa tersebut. Namun demikian, Bagi IMDI, jalan pengabdian membangun bangsa itu harus didasari oleh bebrapa prinsip diantaranya: Tirlogi DDI, Islam Ahlu Susnnah Wal-Jamaah, NDP IMDI, dan pemahaman terhadap kultur-historis masyarakat.
a.       Dalam bidang politik:
Meski DDI-IMDI bukanlah partai politik atau Under Bow PARPOL, namun partisipasi Mursyid dalam mendukung terpilihnya  pemimpin ideal dan terbaik melalui saluran Demokrasi adalah jihad yang harus diusahakan bersama, demi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenarnya. Dalam pasal ini, Mursyid IMDI berprinsip “Dwitunggal Harga Mati” yaitu kepemimpinan Ulama Wal Umaro. Bagi IMDI, yang harunsnya di perjuangakan adalah subtansinya, bukannya terjebak pada pertarungan symbolisasi, atau memperjuangkan covernya, labelnya, atau perjuangan atas nama.   
IMDI menilai, Kehadiran dua entitas penting dalam kesejarahan berbangsa dan bernegara Indonesia ini, akan menghadirkan Chack And Balance yang nantinya melahirkan keseimbangan antar-kekuatan dalam negara. Keseimbangan kekuatan antar institusi-institusi dalam bernegara inilah yang akan menghadirkan Demokrasi yang sehat. Pada posisi arah pembangunan khairo ummah -Civil Socaity DDI- inilah pengabdian IMDI harus diarahkan.
Bagi IMDI, format kenegaraan Indonesia hari ini telah sangat ideal, dan merupakan bentuk final. Namun demikian, setiap Mursyid harus tetap menginsafi bahwa konsep negara dan struktur social bukanlah firman Tuhan yang mustahil berubah. Sejarah negara selamanya adalah produk kemanusiaan. Oleh karna itu, sebagai sebuah produk kesejarahan, struktur ini selalu memiliki dimensi kedinamisan. -Bahkan firman Tuhan yang absolute kebenarannya-pun, ketika bersentuhan dengan dimensi kemanusiaan, maka akan tetap terbuka ruang dimensi tafsir dan pamaknaan-. Maka karna itu, tugas setiap Mursyid adalah menjaga dimensi kedinamisan konsepsi negara Indonesia yang ideal tersebut. Menjaganya baik dari penguasa atau golongan mayoritas yang ingin memaksakan ideology dan tafsir tunggal, yang menimbulkan penindasan dan diskriminasi dan ketidak adilan terhadap masyarakat atau kaum minoritas, atau menjaganya dari rongrongan individu serta kelompok yang ingin mengganti system kenegaraan Indonesia dengan Ideology atau Teologi lain yang pastinya akan memicu perpecahan dan perang saudara yang tiada akhir.
Setiap Mursyid juga harus tetap insaf akan hakikat kekuasaan. Bahwa “Kekuasaan Lebih, akan Cendrung Korup.” Maka dalam menjaga kekuasaan tetap dalam rel dan koridornya yang benar, IMDI harus hadir dalam setiap momentum, dalam bentuk partisipasi “Kritis-Korektif, Patriotik-Inovatif” untuk memastikan bahwa tidak ada lembaga, institusi atau golongan yang memegang kekuasaan secara berlebihan. -Bahkan oleh rakyat itu sendiri-. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem Demokrasi.
 Bagi IMDI, system Demokrasi yang di anut oleh Indonesia hari ini adalah sisitem pemerintahan yang ideal. Karna system ini mampu menjamin persamaan HAK dan kewajiban setiap individu, serta meminimalisir potensi diskriminasi, monopoli, otoriteriat, maupun penindasan. Selain itu, IMDI juga meyakini, bahwa suara mayoritas pada dasarnya adalah suara Tuhan.[61] Olehnya itu, segala urusan kemasyarakatan dan/atau kenegaraan haruslah dimusyawarahkan untuk menemukan kesepahaman dan kemufakatan dalam usaha mencapai kemaslahatan bersama.[62] Setiap individu dalam system musyawarauh semacam ini, akan di minta pengorbanan kecil, untuk mencapai keuntungan yang lebih besar, yaitu kedamaian dan terpenuhinya hajat hidup semua anggota masyarakat.
b.      Dalam bidang pendidikan:
Pendidkan adalah alat kemajuan. Demikianlah Sejarah dan Arkeologi Dunia mencatat bahwa, “tidak satu bangsa-pun di dunia ini yang berhasil mencapai kemajuan tanpa di barengi dengan kemajuan bidang pendidikannya”. Oleh karna itu, dipandang perlu untuk segera mereformasi bidang pendidikan DDI dengan penekanan pada beberapa entri poin penting sebagai berikut: (i) mutlak mengusahakan peningkatan kualitas pendidikan khususnya bagi STAI atau IAI DDI. Bukan hanya pada usaha peningkatan status institusinya menjadi Institute atau Universitas dengan membuka jurusan-jurusan eksakta dan penungkatan jumlah mahasiswa, tetapi juga pada kualitas Output dan Input dari lembaga pendidikan ini. Hal ini penting, mengingat posisi strategis perguruan tinggi sebagai “laboratorium ilmiah” yang memperoduksi intelektual yang nantinya mengambil peran kepemimpinan dan pengembangan DDI dan Bangsa dimasa yang akan datang.
Dalam hal ini, pendidikan DDI sejatinya mewujud sebagai proses yang egaliter dan emansipatoris. Dimana baik pendidik maupun murid, mampu menghadirkan subtansi pendidikan itu sendiri. yaitu mempersiapkan generasi pelanjut estafet kepemimpinan DDI dimasa yang akan datang, yang secara konferhensif memiliki kapasitas kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual, yang mampu menumbuhkan, memeliharadan mengembangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara dimensi hubungan manusia kepada Allah, hubungan manusia dengan sesam manusia, serta hubungan manusia dengan alam semesta.[63] Untuk itu, baik pendidik maupun murid, dituntut senantiasa mampu menghadirkan suasana konsusif, nyaman, kasih sayang dan tetap ilmiyah, yang akan mendukung tercapainya tujuan dari diselenggarakannya pendidikan.
(ii) Pengembangan wawasan keagamaan/dakwah dalam lingkungan DDI juga seyogyanya harus di barengi dengan wawasan kebangsaan. Agar nantinya lahir alumni-alumni Mahasiswa DDI yang mampu menyelaraskan antara semangat menegakkan kalimat Tuhan serta jiwa NEO-PATRIOTISME dan Nasionalisme dalam partisipasinya membangun bangsa. Dengan demikian, mahasiswa DDI tidak akan mudah terjebak pada forma-forma etnosentrisme dan Islamisme sempit dengan tujuan jangka pendek yang menyesatkan.
Selanjutnya, (iii) mencoba menghidupkan kembali tradisi berbahasa Asing terutama bahasa Arab dan Ingris sebagai bahasa pergaulan Internasional serta bahasa ilmu pengetahuan, bagi seluruh Mahasiswa DDI juga dianggap penting. Skill tambahan ini, akan memjadikan Mahasiswa DDI mampu mandiri dalam mengembangkan potensi intelektualnya dengan mengakses literature Internasional. Dengan demikian, Intelektual DDI akan selalu Up Date serta memiliki kompetensi yang selaras dengan tuntutan zaman, dan mampu tampil  sebagai pioneer yang selalu mampu menghadirkan solusi bagi kegalauan ummat. Menjadi intelektual yang dicintai, dinanti dan diminati. “Bukan intelektual kampungan yang berfatwa/berdakwah dengan pembahasan yang sama saja, sejak dari zama batu hingga zaman sekarang.”
(iiii) DDI juga sudah seharusnya memplopori pengajaran dan pembelajaran “Pendidikan Multicultural dan Cross-Cultural Study” disemua level pendidikannya,  sebagai respon dari pemberlakuan kerjasama antar negara ASEAN atau yang lebih popular dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA sejatinya merupakan peluang besar bagi DDI untuk mencapai kemajuan. Dengan catatan, ia mampu merespon positif kebijakan strategis regional ini dengan peningkatan skill dan kualitas sumberdaya manusianya melalui pelatihan dan pendidikan. Namun bila tidak, justru kemalangan demi kemalangan yang akan menerpa.
 Kedepannya, tenaga kerja asing dan teknisi ahli asing akan menyerbu basis-basis Addariyah. Bilakah masa itu datang, kader-kader DDI akan gamang, galau, atau kalaupun tidak menjadi minder, untuk bersaing dengan angkatan kerja asing yang lebih professional dan telah dibekali dengan pemahaman kebudayaan global. Bilakah itu terjadi, maka sudah dapat di pastikan bahwa DDI akan semakin tertinggal dan akan menjadi penonton dipinggir lapangan. 
c.       Kesetaraan gender
Wacana gender dalam khazanah intelektual IMDI belum banyak tereksplorasi dan sangat tertinggal bila dibandingkan dengan organisasi kekaderan lainnya. Hal ini bias dilihat dari minimnya perhatian lembaga ini pada isu-isu kesetaraan gender. Padahal, jika melihat perkembangan yang terjadi, baik dalam pengembangan wacana maupun implementasi wacana kesetaraan gender di dunia nyata, bisa di kata, diskursus gender ini telah sangat maju.
Dalam berbagai bidang social, perempuan telah menempati proporsi yang setara dengan laki-laki. Berbagai posisi tinggai dan berbagai bidang profesi kini telah memperlakukan perempuan sama dengan laki-laki, serta telah menghilangkan diskriminasi berbasis gender.
Lebih jauh dari itu, dengan kemajuan teknologi dan perkembangan dunia yang semakin terbuka, di beberapa negara maju, gerakan perempuan melalui wacana feminismenya bahkan menguat pada wacana “melampaui” kesetaraan. Yaitu keinginan untuk mengganti system social yang Patriarchi menjadi Matriarchi. Hal ini lebih di latarbelakangi oleh keinginan kaum perempuan untuk “membalas dendam” atas perlakuan subordinasi yang sejak dahulu dilakukan oleh laki-laki dalam kebudayaan Pathriarchi. Atau keinginannya untunk mengusung wacana “postpatriarchy”, meski wacana ini masih terus dianggap tidak matang dan kontrofersial.
Feminism radikal ini kemudian mengembangkan model wanita mandiri (Wonder Woman) yang dalam prakteknya “tidak membutuhkan laki-laki.” Wanita mandiri yang dicirikan dengan penampilan staylish, angkuh, mandiri ekonimi, efektif-efisient, serta modern. Kelompok feminis ini berpendapat bahwa, “laki-laki dibutuhkan hanya untuk pemenuhan kebutuhan seksual belaka, setelah itu, mereka (laki-laki) pantas untuk dicampakkan.” Feminism radikal ini banyak dilakoni oleh artis papan atas, terutama dinegara-negara maju. Mereka, tidak lagi menganggap ikatan pernikahan sebagai sebuah ritual yang sacral, dan dengan mudah melepas atau menyambung (cerai dan menikah lagi) sesuai dengan situasi dan kondisi dimana ia dibutuhkan.
Selanjutnya, Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, maraknya diskursus Dekonstruksi juga memicu gelombang pembongkaran kuasa intelektual yang selama ini diklaim bias gender. Intelektual yang konsern dalam menyuarakan isu kesetaraan, banyak melahirkan gugatan-gugatan epistemic maupun aksiologik terhadap pencapaian ilmu pengetahuan. Mereka menengarai, aktifitas intelektual yang selama ini lebih didominasi oleh kaum laki-laki juga telah mengikut sertaka terbentuknya kristalisasi subjektifitas kelaki-lakian dalam membangun ilmu pengetahuan. Gugatan itu misalnya terjadi pada berbagai penggunaan istilah-istilah ilmu pengetahuan yang dianggap bias gender. Salah satunya, pengantian istilah HISTORY (His = dia laki-laki) dan (Story = cerita), jadi History = Cerita laki-laki, menjadi HERSTORY (Her=dia perempuan) dan (Story=cerita) jadi Herstory= cerita perempuan. Dan banyak lagi pengembangan wacana Dekonstruksi lainnya.
Selanjutnya, perebutan uasa gender di diruang public juga tidak kalah progresif. Kini, hampir bias di kata, tidak ada posisi kunci lagi yang tidak bias direbut dan diduduki  oleh wanita, bahkan bagi berbagai  bidang profesi yang dahulunya dianggap tabu di isi oleh perempuan, karna berpretensi kelaki-lakian atau hanya cocok ditempati oleh pria, seperti jabatan Direktur, Komisaris, Pengacara, Tentara, Polisi, Politisi, Kontraktor, Montir, bahkan dibidang-bidang ekstrem lain seperti lokasi pengeboran minyak, tambang batu bara, atau perbaikan tower listrik dan telfon. Sebaliknya, Kondisi yang berlawanan justru ditemukan pada berbagai profesi yang kini digeluti kaum laki-laki. Diberbagai tempat dibelahan dunia, profesi-profesi yang dahulunya di anggap bersentimen perempuan seperti Perawat, Juru Masak, Desainer, Tata Rias Artis, Pegawai Bank, Bendahara, Arisan, Pelayan Restoran, Resepsionis, dll, justru telah banyak di handle dan digeluti oleh laki-laki.
Berbagai perubahan dalam struktur masyarakat hari ini menunjukkan tren yang relative positif. Diberbagai bidang seperti Politik, Hukum, Pendidikan, Ekonomi, Hubungan Internasional, dll, telah membuka persamaan dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan. Hanya dibeberapa bidang saja, seperti Agama dan Tradisi Desa yang masih belum mampu melepas kendali superioritas laki-laki atas wanita. Hal ini bukan berarti mustahil akan terjalinnya kerjasama yang berimbang antara perempuan dan laki-laki dalam usaha mewujudkan fungsi Khalifaan mereka dimuka Bumi, namun, hanya saja, ke dua wilayah ini membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dan interaksi social yang lebih intensif, dikarnakan berbagai dogma dan pemahaman yang dianggap sakral yang masih sangat kuat dianut oleh masyarakat.
Wacana kesetaraan gender dalam lingkup DDI sesungguhnya bukanlah wacana baru. Bahkan sejak dahulu, Anregurutta Ambodalle telah menaruh perhatian lebih terhadap pembinaan dan peningkatan kualitas sumberdaya perempuan. Hal ini bias dinilai dari dibukanya pondok pesantrren Lil Banat yang berlokasi di Kota Madya Parepare, yang khusus membina santri putri DDI.
Oleh karna itu, Dengan menyadari dan menilai berbagai realitas social seperti yang telah di urai diatas, maka sudah sepantasnya IMDI segera berbenah untuk menyiapkan landasan kokoh bagi terbentuknya peradaban yang setara antar sesama manusia. Usaha itu biasa dimulai dengan berbagai jalan, misalnya dengan menggalakkan berbagai kegiatan yang menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumberdaya wanita, atau dengan secara formal membentuk lembaga IMDIP (Ikatan Mahasiswa DDI Putri), yang wilayah garapannya khusus pada usaha peningkatan kualitas sumberdaya  wanita DDI. Hal ini tentu terbilang penting, karna kondisi DDI yang dalam dua dasawarsa terakhir yang minim menelorkan kader perempuan yang unggul.  

Partisipasi mursyid dalam pembagnuna negara dan bangsa sejatinya juga merupakan sumbangsihnya dalam MEMBANGUN AGAMA”. Hal ini dikarnakan pemahaman agama tidak bias lepas dari konsep negara atau berbagnsa. Pembangunan bangsa haruslah didasari atas pemahaman agama. Ini bukan berarti formalisasi agama dalam konstitusi berbangsa dan bernegara, sebagai mana yang diusung oleh kelompok-kelompok radika agama atau kelompok-klompok radikal negara. Namun lebih kepada memposisikan agama pada posisinya yang mulya sebagai inspirasi dari lahirnya konstitusi atau consensus bernegara, berbangsa dan bermasyarakat yang berketuhanan, berkeadilan dan berprikemanusiaan. Dengan kata lain, consensus bersama yang menjadi peranata social atau tatanan social dalam masyarakat,  bersumber dari yang inpirasi nilai-nilai mulya agama serta nilai-nilai luhur adat istiadat[64] yang terinternalisasi dan diamalkan oleh masing-masing individu dalam kelompok social tersebut.
.Wacana pemisahan antara agama dan negara atau yang lebih dikenal dengan istilah sekularisme merupakan wacana yang mengada-ada. Hal ini dikarnakan, tidak seorang manusiapun dimuka bumi yang mampu secara murni lepas dari keyakinan akan adanya Tuhan, serta tak satu negarapun dimuka bumi yang secara mutlak berhasil menghilangkan pengaruh keyakinan keagamaan dari konstitusinya. Agama sejatinya merupakan pondasi dasar dari seluruh peradaban umat manusia. Oleh karna itu, memisahkan agama dari negara merupakan gagasan yang mustahil.  Maka dari itu, tepatlah usaha dan jalan jihad mursyid IMDI yang mencita-citakan terbentuknya sebuah negara sejati yang masyarakatnya mengamalkan nilai-nilai spiritual.
Dengan demikian, wacana usaha formalisasi agama sebagai konstitusi berbangsa dan bernegara dalam berbagai variannya seperti yang marak saatini, selain tidak memiliki dasar baik dalam kesejarahan agama itu sendiri, terlebih dalam kesejarahan manusia Indonesia ini,  justru akan menjadika agama yang memiliki nilai-nilai dinamis dan bersifat universal terpenjara pada dimensi profane dan sektariat, serta akan berpotensi menjadikan agama sebagai alat penindasan dan akar dari lahirnya berbagai perilaku ketidak adilan. Dengan kata lain, “Ketika agama di institusikan, maka saat itulah ia mulai memakan korban-korbannya. Dan korban pertama dan utamanya adalah penganut agama itu sendiri”.
Mars IMDI kemudian ditutup dengan mengunci pemaknaan dari seluruh mars itu dengan kalimat INGAT KWAJIBAN TUGAS SUCIMU dan harapan serta seruan agar MAJULAH TERUS IMDI.

Wallahu A’lam Bissawwab.
Minallahil Musta’an Wa Ilayhi Tiqlan






RUJUKAN: 



[1] QS: Al Mujaadilah [58]:22
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
    Artinya : Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
[2] QS: Fussilat [41]:30
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
    Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
[3] QS Al-Imran, [3]: 103 3. Surat Ali 'Imran Ayat 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ      شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
    Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
[4] QS: Yunus [10]:1054. Surat Yunus Ayat 105
وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
    Artinya: Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.
[5] Azhar arsyad,dkk. Ke-DDI-an sejarah dan pandangan atas isu-isu kontemporer. Yogyakarta. 2005. Hal.55
[6] Q.S: Ibrahim [14] : 24-25.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
    Artinya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
    Surat Ibrahim Ayat 25
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
    Artinya: pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
[7] Q.S: Ghaafir 60.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
    Artinya: Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”
[8] Q.S: Al-Baqarah [2]:45.
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
    Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
[9] Salam penutup IMDI “Minallahil Musttaan Wa Ilayhi Tiqlan
[10] Q.S:
[11] QS : At-Taubah [9] : 51.
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
    Artinya: Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal".
[12] Salam penutup IMDI “Minallahil Musttaan Wa Ilayhi Tiqlan”. Loc cit.
[14] QS. Yunus [10]:107.
[15]  Laa Hawla Waa Laa Quwata Illaa Billah
[16] Ungkapan Arab:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
    Atrinya: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.”
[17] QS: An-Nur [24]: 35.
[18] Azhar arsyad,dkk. KE-DDI-AN Sejarah Dan Pandangan Atas Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta. 2005. Hal.60. yaitu; “Pendidikan, Dakwah dan Usaha Social”
[19] Ibid. hal 58. Motto DDI “Iman, Ilmu Dan Amal Shaleh” sementara Motto IMDI “Ilmu Amal Dan Akhlaqul Karimah”
[20] Hadits Nabi SAW. Riwayat Muslim.
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
    Artinya: Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.
[21] Q.S As-Shaf [61]: 2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
    Artinya:Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
[22] QS. Yunus [10]: 6
إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ
    Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.
[24] Q.S: Yusuf [12] :24
[27] QS:Al-Kahfi:[18]:65
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
    Artinya: Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami
[28] QS: Al-Ankabut [29]:69
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
    Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
[30] QS:
[31] Azhar arsyad,dkk. KE-DDI-AN Sejarah Dan Pandangan Atas Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta. 2005. Hal.51. Dalam bahasa Bugis popular dikenal dengan: “Anukku-Anunna DDi, Anunna DDI-Tenia Anukku”
[33] QS: Al-Baqarah[2]:161.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
    Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya.
    Al-Qasash[28]:84:
[35] Q.S. Hud [11]: 06
۞ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
    Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
[36] QS An-Nur [24]:45
وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ أَرْبَعٍ ۚ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
    Artinya: Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[38] Q.S. Al-Baqarah [02]:154
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
    Artinya: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
[39] QS; An Nur: 55
[40] Pramodya anantator.
[41] QS: Annas [114] 4-6.
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
    Artinya: Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,  dari (golongan) jin dan manusia
[42] Dalam bahasa Bugis, wasiat itu berbunyi :”Agguruko Muaappa’guru, Agguruko-Muappa’guru, Agguruko-Muappa’guru, Gangka Puanggallahu Taala Sendiri Pa’guruko”
    QS Al Baqarah: 282.
واتقوا الله ويعلمكم الله
    Artinya:Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, dan Allah mengajarimu“
[43] Hadits nabi
[44] QS Al Nsyarh [94]: 07.
[45] Kum ibna zamanuk.
[46] Hadits Nabi.
[47] QS: Al-Anbiya: 21:107. 38. Surat Al-Anbiya Ayat 107
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
    Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
39. Hadits Nabi SAW, Riwayat Imam Malik:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
    Artinya: Äku tinggalkan di tengah-tengah kamu dua hal, dimana kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguhkepada keduanya; yaitu kitab Allah dan sunnah rasul-nya.
[48] QS:
[49] Q.S : Al-Qalam:[68]:4 40. Surat Al-Qalam Ayat 4
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
    Artinya:Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
[50] Q.S:Al-Ahzab: [33]:21
[51] Puisi Imam Syafii “Al ilmu nurun, wa nuurullahi la yuhda lil 'ashy”
    Artinya:"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya (pengetahuan) Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiyat". Selengkapnya puisi tersebut berbunyi demikian: “Kubertanya kpd guruku, mengapa aku sukar menghafal (memahami pengetahuan); Sang Guru menasehatiku agar aku meninggalkan segala rupa maksiat; karena Ilmu adalah Cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat."
[52] Rahim Arsyad. Wawancara. Pada kegiatan RAPIMNAS IMDI. Parepare, 14.02.2017
[53] QS: Al-Baqarah [2] : 30, 44. Surat Al-Baqarah Ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
    Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".6:165; 7:69, 74; 10:  38:26)
[54] Q.S: Surat At-Taubah Ayat 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
[55] Hadits nabi
[56] Hadits nabi
[58] QS: 5:2
[60] QS:3:104,110
[61] Hadits Rasulullah SAW: Riwayat Al-Turmizi dari Ibn Umar dijelaskan:
إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى الضَّلاَلَةِ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ
    Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Dan tangan (kekuasaan) Allah bersama jamaah, dan barang siapa mengasingkan diri dari jamaah, maka terasinglah mereka ke dalam neraka”.
[62] Q.S. asy-Syura: 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
    Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”
[63] Azhar arsyad,dkk. Ke-DDI-an Sejarah Dan Pandangan Atas Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta. 2005. Hal 63.
[64] kaidah fikih yang menyatakan; العادة محكمة (adat/kebiasaan dapat dijadikan hukum), المعروف عرفا كالمشروط شرطا (kebiasaan yang baik sama dengan sesuatau yang disyaratkan), الثابت بالعرف كالثابت بالنص (sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan sama saja dengan yang ditetapkan dengan nas).
[65] Tafsir Surat al Hujurat [10]: 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.