Minggu, 28 Januari 2018

akhir dari kerja

“Akhir dari pekerjaan”
Oleh Nur Khaliq
Ketua umum Pimpinan Pusat IMDI

                Beberapa decade terakhir, kemajuan internet dan teknologi portable telah merubah keseluruhan wajah dunia. Hampir seluruh “kepala manusia” kini telah terkoneksi dengan jaringan internet dan seluruh siystem serta sendi-sendi masyarakat telah diusahakan diproses secara online.
                Perkembangan ini akhirnya mengantarkan kita pada dunia dimana bayi-bayi lahir bersama gadget, bermain bersama I-ped, dan tumbuh besar bersama laptop, kalaupun tidak menikah dengan komputer. Dan para pengajar disekolah-pun dijadikan bingung menghadapi murid-murid yang lebih pintar dari gurunya. Hingga lahirlah anekdot dikalangan para pakar pendidikan, bahwa “era ini adalah satu-satunya era sepanjang sejarah peradaban manusia, dimana guru mengajar muridnya tentang sesuatau yang ia sendiri tidak mengerti tentangnya”.
                Meski perdebatan seputar kebolehan murid mengakses internet dalam proses balajar mengajar di kelas masih tetap berlangsung di negaranya kita, -sebagaian pakar membolehkan dan sebagian lainnya menilai negative-, namun di beberapa negara maju, seperti juga Amerika dan Eropa, sebagian besar guru telah membolehkan muridnya mengakses berbagai sumber referensi dari internet ketika belajar. Sementara negara lain seperti di Kanada, para guru melangkah lebih maju dengan penggunaan perangkat virtual reality dalam proses belajar mengajar. Dengan perangkat ini, murid dapat secara langsung mengunjungi museum-musium, perpustakaan-perpustakaan, atau menyentuh anatomi organ-organ tumbuhan, hewan atau manusia secara 3D (tiga dimensi) sehingga terasa lebih aplikatif dan lebih mudah memahami penjelasan gurunya.
                Perubahan yang mendasar dalam masyarakat akibat teknologi, dan termasuk juga dalam dunia pendidikan akhirnya membimbing perubahan pada dunia kerja sebagai estafet lanjutan dari proses formal  pendidikan.
                Jika di tengah masyarakat kita pengertian konvensional tentang kerja banyak di bangun oleh defenisi conservative terhadap apa yang kita lakukan setiap hari, seperti datang ke tempat kerja, menggunakan pakaian tertentu/khusus, beraktivitas selama beberapa jam yang telah ditentukan oleh instansi tempat bekerja atau Undang-Undang, dan mendapat upah yang senilai dengan pekerjaan yang telah kita lakukan atau sesuai standar upah minimum kota, maka Perkembangan yang menakjubkan pada perangkat telphon genggam dan email kini juga telah merombak model kerja tradisional tersebut.
                Diberbagai negara maju seperti Jepang dan Amerika dan juga Eropa, beberapa tahun terakhir berkembang genre baru dalam bekerja. Para pekerja tidak lagi harus ke kantor, menggunakan baju seragam tertentu, berktivitas dalam box/ruangan-ruangan tertentu dan dengan jumlah jam tertentu, akan tetapi cukup tinggal dirumah, online, dan menyelesaikan pekerjaan kantor dengan nyaman. Kecendrungan ini diprediksi akan mengakhiri rezim waktu kerja yang mapan. Dengan model ini-pula, para pekerja hanya dituntut selalu siap dihubungi kapan saja, bahkan juga di luar waktu kerja yang diatur dalam undang-undang.
                Banyak nilai positif yang dapat di petik atas perkembangan ini, diantaranya; memungkinkan manusia untuk mengurangi dampak negative berupa elienisasi industrialism, penghisapan, penindasan, perbudakan modern, tekanan kerja dan dehumanisasi akibat pembagian kerja, pengoprasian mekanistis pekerja layaknya mesin pabrik, tempat kerja dan pekerjaan yang buruk, vis a vis antara serikat pekerja dan majikan, demonstrasi buruh di May day, dan yang tidak kalah penting, tersedianya waktu berkualitas bagi para pekerja untuk menikmati aktifitas berkumpul bersama keluarga serta rekreasi. Namun demikian, model ini nyatanya tetap memiliki efek negative berupa bentuk baru stres, seperti ‘Burn-out-Syndroms’- yaitu kelelahan psikis akibat pekerjaan sebagai dampak dari kecendrungan masyarakat hiperkerja atau “Pekerjaan tanpa akhir”.
                Maka jadilah “akhir dari pekerjaan” dan selamat datang “pekerjaan tanpa akhir”.
                Idealnya, Kerja merupakan manifestasi tertinggi dalam hirarki kebutuhan manusia. Seperti yang  di teorikan oleh Maslow. Kerja menurut Maslow adalah bentuk aktualisasi diri, dan aktualisasi diri hanya dapat tercapai setelah seluruh kebutuhan dasar lain seperti makan dan minum, udara yang segar, tubuh yang sehat, cinta dan kasih sayang telah terpenuhi. Selain itu, banyak filosof yang menempatkan kerja sebagai esensi dari keberadaan manusia di muka bumi. Dalam Islam sendiri, kerja merupakan manifestasi khalifaan manusia yang diciptakan Tuhan sebagai wakilnya untuk memakmurkan bumi.    Selanjutnya, dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyrah ayat 7-8 diserukan: 
                                                                                                                                . وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ.فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
                Oleh karna itu, kerja tidak seharusnya hanya dinilai sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan physiologist dan materil-consumeris melulu, namun lebih dalam dari itu, ada nilai-nilai spiritual dan keilahian yang senantiasa terkandung di dalamnya.


Minallahil mustaan wa ilayhi tiqlan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar