“Akhir dari pekerjaan”
Oleh Nur Khaliq
Ketua umum Pimpinan Pusat IMDI
Beberapa decade
terakhir, kemajuan internet dan teknologi portable telah merubah keseluruhan
wajah dunia. Hampir seluruh “kepala manusia” kini telah terkoneksi dengan
jaringan internet dan seluruh siystem serta sendi-sendi masyarakat telah diusahakan
diproses secara online.
Perkembangan ini
akhirnya mengantarkan kita pada dunia dimana bayi-bayi lahir bersama gadget,
bermain bersama I-ped, dan tumbuh besar bersama laptop, kalaupun tidak menikah
dengan komputer. Dan para pengajar disekolah-pun dijadikan bingung menghadapi
murid-murid yang lebih pintar dari gurunya. Hingga lahirlah anekdot
dikalangan para pakar pendidikan, bahwa “era ini adalah satu-satunya era
sepanjang sejarah peradaban manusia, dimana guru mengajar muridnya tentang
sesuatau yang ia sendiri tidak mengerti tentangnya”.
Meski perdebatan
seputar kebolehan murid mengakses internet dalam proses balajar mengajar di
kelas masih tetap berlangsung di negaranya kita, -sebagaian pakar membolehkan
dan sebagian lainnya menilai negative-, namun di beberapa negara maju, seperti
juga Amerika dan Eropa, sebagian besar guru telah membolehkan muridnya
mengakses berbagai sumber referensi dari internet ketika belajar. Sementara negara
lain seperti di Kanada, para guru melangkah lebih maju dengan penggunaan
perangkat virtual reality dalam proses belajar mengajar. Dengan
perangkat ini, murid dapat secara langsung mengunjungi museum-musium, perpustakaan-perpustakaan,
atau menyentuh anatomi organ-organ tumbuhan, hewan atau manusia secara 3D (tiga
dimensi) sehingga terasa lebih aplikatif dan lebih mudah memahami penjelasan
gurunya.
Perubahan yang
mendasar dalam masyarakat akibat teknologi, dan termasuk juga dalam dunia pendidikan
akhirnya membimbing perubahan pada dunia kerja sebagai estafet lanjutan dari
proses formal pendidikan.
Jika di tengah
masyarakat kita pengertian konvensional tentang kerja banyak di bangun oleh
defenisi conservative terhadap apa yang kita lakukan setiap hari, seperti
datang ke tempat kerja, menggunakan pakaian tertentu/khusus, beraktivitas
selama beberapa jam yang telah ditentukan oleh instansi tempat bekerja atau Undang-Undang,
dan mendapat upah yang senilai dengan pekerjaan yang telah kita lakukan atau sesuai
standar upah minimum kota, maka Perkembangan yang menakjubkan pada perangkat
telphon genggam dan email kini juga telah merombak model kerja tradisional
tersebut.
Diberbagai negara
maju seperti Jepang dan Amerika dan juga Eropa, beberapa tahun terakhir
berkembang genre baru dalam bekerja. Para pekerja tidak lagi harus ke
kantor, menggunakan baju seragam tertentu, berktivitas dalam box/ruangan-ruangan
tertentu dan dengan jumlah jam tertentu, akan tetapi cukup tinggal dirumah,
online, dan menyelesaikan pekerjaan kantor dengan nyaman. Kecendrungan ini
diprediksi akan mengakhiri rezim waktu kerja yang mapan. Dengan model ini-pula,
para pekerja hanya dituntut selalu siap dihubungi kapan saja, bahkan juga di
luar waktu kerja yang diatur dalam undang-undang.
Banyak nilai positif
yang dapat di petik atas perkembangan ini, diantaranya; memungkinkan manusia
untuk mengurangi dampak negative berupa elienisasi industrialism,
penghisapan, penindasan, perbudakan modern, tekanan kerja dan dehumanisasi
akibat pembagian kerja, pengoprasian mekanistis pekerja layaknya mesin pabrik, tempat
kerja dan pekerjaan yang buruk, vis a vis antara serikat pekerja dan majikan,
demonstrasi buruh di May day, dan yang tidak kalah penting, tersedianya waktu
berkualitas bagi para pekerja untuk menikmati aktifitas berkumpul bersama
keluarga serta rekreasi. Namun demikian, model ini nyatanya tetap memiliki efek
negative berupa bentuk baru stres, seperti ‘Burn-out-Syndroms’- yaitu
kelelahan psikis akibat pekerjaan sebagai dampak dari kecendrungan masyarakat hiperkerja
atau “Pekerjaan tanpa akhir”.
Maka jadilah
“akhir dari pekerjaan” dan selamat datang “pekerjaan tanpa akhir”.
Idealnya, Kerja
merupakan manifestasi tertinggi dalam hirarki kebutuhan manusia. Seperti yang di teorikan oleh Maslow. Kerja menurut Maslow
adalah bentuk aktualisasi diri, dan aktualisasi diri hanya dapat tercapai
setelah seluruh kebutuhan dasar lain seperti makan dan minum, udara yang segar,
tubuh yang sehat, cinta dan kasih sayang telah terpenuhi. Selain itu, banyak
filosof yang menempatkan kerja sebagai esensi dari keberadaan manusia di muka
bumi. Dalam Islam sendiri, kerja merupakan manifestasi khalifaan manusia yang
diciptakan Tuhan sebagai wakilnya untuk memakmurkan bumi. Selanjutnya, dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyrah
ayat 7-8 diserukan:
. وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ.فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
Oleh karna itu,
kerja tidak seharusnya hanya dinilai sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan physiologist
dan materil-consumeris melulu, namun lebih dalam dari itu, ada
nilai-nilai spiritual dan keilahian yang senantiasa terkandung di dalamnya.
Minallahil mustaan wa ilayhi tiqlan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar