Selasa, 07 November 2017

fase-fase perkembangan IMDI

fase-fase perkembangan IMDI
Risalah IMDI
Latar IMDI
 IMDI adalah badan otonom DDI. Setidaknya demikianlah pengertian dasar dan jawaban sederhana yang banyak dipahami dengan baik oleh banyak orang, baik internal kader DDI maupun orang-orang di luar keluarga Addariah. Namun, apakah sesungguhnya IMDI dan bagaimana ia?. Jawaban dari pertanyaan ini akan sulit dan butuh waktu lama untuk di jelaskannya.
Ikatan Mahasiswa DDI yang kemudian di singkat IMDI lahir 10 Koktober 1969 yang bertepatan dengan mukhtamar DDI yang ke XI di Watan Soppeng.[1].Secara historis, kelahiran IMDI dilatarbekangi oleh kondisi cultural masyarakan Sulawesi yang secara umum telah memiliki peningkatan dalam melek huruf dan pendidikan. Hal ini setidaknya direpresentasika oleh banyaknya alumni dari berbagai pondok pesantren dan atau Madrasah Aaliyah/SMA DDI yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yang dikemudian hari menjadi alas an dari dibutuhkannya sebuah lembaga/badan khusus yang menaungi aktifitas kemahasiswaan DDI.
Selain itu, sejak tahun 1963 Pengurus Besar DDI yang waktu itu dinahkodai oleh langsung oleh Anregurutta Ambodalle, telah rintis pembukaan Al-Jami’ah Al Islamiyah Ad-Dariyah atau Universitas Islam DDI yang kemudian di singkat UI-DDI Ad-Dariyah. Pendirian universitas ini tentunya sebagai wadah lanjutan dari alumni-alumni madrasah aliyah/ SMA DDI yang ingin melanjutkan minat dan niatnya untuk menuntut ilmu kejenjang lebih tinggi. Efektif dan terselenggaranya UI-DDI dalam menjalankan fungsi pendidikannya kemudian banyak mencetak mahsasiswa dan ulama-ulama yang professional di bidangnya. UI-DDI yang merupakan salah satu universitas tertua di Sulawesi bahkan di Indonesia Timur. Mahasiswa DDI yang semakin meningkat dalam kualitas maupun kuantitasny dikemudian hari banyak beraktifitas dan bersentuhan langsung dengan kerja-kerja membesarkan DDI. Dari sini, muncullah gagasan untuk menampung kreatifitas dan darah juang pemuda DDI ini dalam bentuk wadah pelatihan dan diklat sebagai  jalur kekaderan kepemimpinan DDI.[2]
Pada perkembangan selanjutnya, terbitnya peratuan pemerintah tentang persyaratan pendirian universitas yang mensyaratkan adanya fakultas yang membina ilmu eksakta, memaksa UI-DDI dengan 8 fakultas tersebar di berbagai daerah tingkat II di Sulawesi Selatan dan semuanya hanya fakultas ilmu agama, turun status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) atau Instiusi Agama Islam (IAI).yang hingga kini masih berjalan dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Latar historis dan kondisi kontekstual seperti di atas-lah yang melatarbelakangi PB DDI dan Mursyid Muhibuddi (Selaku Pimpinan Pusat Pertama) dan kawan-kawan merintis pembentukan IMDI.[3] Pada awal berdirinya, IMDI fase pertama ini tidaklah berbentuk sebuah organisasi yang memiliki struktur kepengurusan dan system kerja structural layaknya organisasi moderen, namun lebih kepada kelompok-klompok atau  study club mahasiswa DDI yang secara kultur rutin hadir dan meluangkan gaggasan dan pengabdiannya dalam membesarkan induk organisasi. Pada fase awal atau fase embriologis ini, secara umum kegiatan IMDI tidak begitu nyata dan signifikan, Bahkan ada ungkapan familiar yang sering disematkan oleh beberapa orang ketika menyebut IMDI pada priode ini, bahwa “IMDI itu Laa Yamutu Fihaa Wa-laa Yahya” yang artinya “IMDI yang tidak hidup dan tidak pula mati”. Kondisi ini tentu dapat di maklumi, selain dikarnakan belum terbentuknya struktur organisasi secara kelembagaan, serta orientasi gerakan IMDI yang masih dikerahkan untuk mensukseskan kegiatan-kegiatan DDI, juga dikarnakan kondisi kenegaraan secara umum yang masih belum stabil pasca revolusi dann akibat ekses negative dari berbagai pemberontakan, terutama  pemberontakan DI/TII yang becokol dan beroprasi  di wilayah Sulawesi lebih dari 20 tahun lamanya, yang juga merupakan basis DDI. Pada masa ini, kondisi bangsa yang masih dalam proses pergolakan mencari bentuk juga secara emosional mempengaruhi karakter mahasiswa secara keseluruhan. Tercatat dalam rentan dasawarsa ini, bangsa ini mengalami beberapa kali pergantian kontitusi untuk menemukan konfigurasi negara ideal dan mencapai kestabilan kondisi. Mulai dari bentuk Negara Proklamasi Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 1945, kemudian negara RI Serikat 1949, lalu berubah menjadi negara RI Sementara 1950, selanjutnya menjadi Negara Dekrit 5 Juli 1959, pada era perang dingin 1963 (plus Papua) dan tahun 1974 (plus Timor Timur), yang juga di ikuti berkali-kali perombakan cabinet.         Secara umum gambaran aktifitas kemahasiswaan disemua kampus-kampus pada dasawarsa ini sedang dalam upaya membangun visi kebangsaan dan model kenegaraan ideal. Dalam suasana lingkungan revolusi yang dinamis ini, aktivitas IMDI embriologis juga lebih banyak berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan DDI, usaha pelebaran sayap DDI, pembangunan kekuatan ekonomi dan intesifikasi dakwah dalam lingkup  masyarakat Addariay dan masyarakat pada umumnya.
Fase selanjutnya adalah fase organisasional. Fase ke-dua ini berlangsung sekitar tahun 1980an yang ditandai dengan terbentuknya kepengurusan structural, di sepakatinya peraturan dasar dan peraturan rumah tangga (PD/PRT) IMDI, dan mulai diadakannya peroses rekrutmen kader serta proses kaderisasi berjenjang secara formal. Namun, meski IMDI telah memiliki  kepengurusan structural, wilayah kerja dan garapan organisasi ini masilah tetap lebih berfokus pada usaha untuk menyokong dan mensukseskan kegiatan-kegiatan besar DDI. Pada fase ini, kader-kader IMDI lebih banyak berperan serta sebagai panitia pelaksana dan menjadi pekerja pada acara-acara besar DDI, terutama pada acara mukhtamar DDI. hal ini tentu dikarnakan selain mahasiswa DDI dapat bersilaturahmi kembali dengan guru-guru mereka di MA atau pesantren dahulu, juga lebih di dasarkan karna mukhtamar DDI biasanya juga dirangkaikan dengan kongres seluruh badan otonom DDI lainnya.
Selanjutnya, dari sisi pemahaman dan pemaknaan kader-kader tentang IMDI, mursyid(ad) IMDI fase ini lebih memaknai IMDI sebagai organisal yang bersifat local kedaerahan. Kader-kader IMDI fese ini menilai organisasi ini hanya beroprasi sebatas di Sulawesi saja dan tidak mengusahakan untuk ekspangsi ke luar daerah. Selain itu, IMDI yang tumbuh dan berkembagn bersama dan berbaur dengan organisasi/lembaga lain yang telah lebih dahulu besar, mendapat banyak pengaruh dari HMI maupun PMII. Hampir bias di kata, seluruh prangkat organisai baik secara kultur maupun structural, terinpirasi atau bahkan copy-an dari HMI atau PMII. Dalam kondisi seperti ini, mucul stigma yang mengaitkan IMDI atau bahkan DDI sebagi organisasi yang sama saja dengan PMII-NU atau HMI-Muhammadiyah.
Fase ke-tiga dari perkembangan IMDI ialah fase kemandirian. Fase ini berlangsung  sekitar tahun 2000an. IMDI pada periode ini secara structural telah mampu mengadakan konges mandiri dan lepas dari badan otonom DDI lainnya. Kaderisasi IMDI pada periode ini lebih massif dan sistematis terutama setelah diwajibkannya seluruh mahasiswa DDI untuk mengikuti Diklat Kader Dasar (DKD) IMDI sebagai syarat utama untuk penyelesaian kuliyah atau KKN mahasiswa STAI/IAI DDI. 
Realitas bahwa kampus-kampus STAI atau IAI DDI juga merupakan basis kader dari HMI dan PMII juga menbawa dampak pada tidak mampunya IMDI untuk mengembangkan corak dan identitas sendiri. kader-kader IMDI secara keseluruhan mencirikan atau didominasi oleh warna dan corak dari organisasi lain. Pada fase ini pula, muncul stigma bahwa . “Jika kampus di dominasi oleh HMI, maka  IMDI berasa HMI, jika kampus di dominasi PMII, maka IMDI berasa PMII”.
Selain itu, pada priode ini, paradigma IMDI sebagai organisasi local masih tetap terpelihara, meski pada kenyataannya IMDI telah mampu melebarkan sayapnya ke beberapa provinsi selain dari Sulawesi Selatan.        
Fase ke-empat dari perkembangan IMDI adalah fase Ideologis. Fase ini berlangsung sekitar tahun 2010an. Efisiensi organisasi serta pendokumentasian yang lebih baik menjadi cirri utama fase ini. Selain itu, peningkatan nalar kritis kader-kader IMDI dalam menilai dan memaknai realitas kekinian juga membawa dampak perubahan yang besar bagi IMDI. Dari perubahan nalar kritis ini kemudian memunculkan keresahan dan keinginan kader-kader IMDI untuk merumuskan sendiri identitas spesifik yang menjadi corak identik yang nantinya membedakan IMDI dengan organisasi lainnya. Terbentuknya identitas dan karakter spesifik kader IMDI ini beimplikasi pada tuntutan segera dirumuskannya model dan metode kaderirasi yang lebih spesifik. Model dan metode spesifik ini dapat di lihat dari lahirnya Aswaja yang bercorak IMDI yang kemudian di sebut dengan Aswaja Akhlaqi dan NDP IMDI.
Namun demikian, setiap  aksi meniscayakan reaksi. Fase ideologis ini juga di tandai dengan gejolak internal organisasi karna pergeseran berbagai pradigma dalam menilai IMDI. Mulai dari perubahan arah pengembangan organisasi hingga cara pandang yang memvisikan IMDI sebagai organisasi berkelas Nasional, bukan lagi sebagai organisasi local sebagaimana anggapan generasi IMDI terdahulu. Selanjutnya, dengan perobahan paradigm ini, kini, kader-kader IMDI dengan penuh percaya diri “berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah” sejajar dengan organisasi lain seperti HMI,PMII,IMM,GMKI,GMNI,KAMMI,PEMKRI dll, dalam upaya bahu-membahu bergotong royong membangun peradaban bangsa.
IMDI percaya, bahwa peradaban bangsa besar ini tidak mampu di bangun dengan hanya mengandalkan perpaduan warna hijau-hitam saja, atau biru-kuning saja, namun harus dengan partisipasi dari seluruh elemen warna dan usaha dari semua warga, termasuk amal pengabdian dari mursyid hijau-kuning IMDI. Saling bahu-membahu dalam dinamisasi dan dialektika, dalam semangat kekeluargaan dan kesetaraan. Seperti sebuah orchestra yang berisi berbagai alat music yang berbeda-beda namun panduan pada paduannya justru menghasilkan sinfoni nada yang indah. Demikianlah Indonesia, berbeda-beda tetap satu jua.

Bersambung.........




[1] Azhar arsyad,dkk. Ke-DDI-an sejarah dan pandangan atas isu-isu kontemporer. Yogyakarta. 2005
[2] Suara DDI, Jurnal. Ed 1. Makassar. 2000. Hal 72.
[3]Sudirman Hadisa. Wawancara. Parepare. Dalam sesi Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS IMDI) yang diadakan di Wisata Alam Ladoma Kota Parepare Pada tanggal  13 – 15 Februari 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar